Sabtu, 27 Mei 2017

MEREFLEKSIKAN HARDIKNAS DI KOTA SIBOLGA DENGAN GIATKAN TULIS BACA

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) sejatinya mengenang lahirnya sosok cendekiawan Indonesia dalam sosok Ki Hadjar Dewantara. Mengupas profil beliau dalam beberapa kajian sejarah mulai dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi selalu saja teridentikkan dengan kegigihannya menggiatkan pendidikan di ranah nasional. Tergambarkan bahwa dirinyalah seorang yang tidak merasa kenal lelah untuk memperjuangkan nasib rakyat pribumi agar kelak dapat memperoleh asupan didik berkelayakan. Semangatnya adalah dari keterpanggilan dan kesadaran tentang ketidakadilan mengenai pendidikan yang sama sekali tidak mereta pada zaman kolonial yang seolah hanya teruntuk mereka berketurunan Belanda dan segelintir dari orang-orang kaya semata, sedangkan khalayak pribumi sengaja dibiarkan membuta aksara dan jauh dari intelektual yang didamba.

Tidak banyak yang tahu tentang tokoh Pendidikan yang terkenang ini bahwa dirinya terlahir di Yogyakarta tanggal 02 Mei 1889 dengan nama lahir Raden Mas Soewardi Soeryadiningrat. Riwayat pendidikan yang diecapnya adalah SD ELS kemudian berlanjut ke sekolah Belanda bernama STOVIA atau Sekolah Dokter Bumi Poetra namun karena mengidap sakit usahanya tidak sampai pada kelulusan. Pasca dewasa, Ki Hadjar Dewantara yang terkenal dengan kegemarannya menulis dan membaca menjadi sosok wartawan yang sempat mengisi kolom Midden Java,Sedyotomo, Oetoesan Hindia, De Express, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Memanfaatkan media tersebut, urgensi pendidikan lantang disuarakan Ki Hadjar Dewantara. Eksistensi Beliau menuai apresiasi ketika dirinya diamanahkan mengisi kursi Kabinet Pertama sebagai Menteri Pendidikan sekaligus pada tahun 1957 mendapatkan gelar kehormatan Doctor Honoris Causa, Dr. H.C dari Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.

Tutup usia di usia 70 tahun, Ki Hadjar Dewantara meninggalkan bekas jasa yang luar biasa bagi rakyat Indonesia buah hasil kerja keras rintisannya untuk pendidikan tanah air. Salah satu filosofi dari hasil karya Beliau sangat populer dan melekat hingga kini sampai nanti yaitu kutipan “Tut Wuri handayani” yang berarti “Di Belakang Memberikan Dorongan”. Slogan tersebut menjadi landasan dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia. Penobatan Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak Pendidikan Nasional diresmikan pada tanggal 28 November  atas dasar Surat Keputusan Presiden No. 305 Tahun 1959 lalu kemudian hari kelahiran Beliau (02 Mei) ditatapkanlah sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia.

Beranjak dari cerita tentang cara pandang dan buah pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dirinya tulis dalam karya-karya ilmiahnya inilah yang ingin Penulis kaji dalam pembahasan dengan topik merefleksikan hardiknas di Kota Sibolga. Bagaimana korelasi antara karya tulis Ki Hadjar Dewantara, Hari Pendidikan Nasional, Makna, Relevansi dan Bentuk Refleksinya menentang zaman ke kinian. Pada Tahun ini Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan menetapkan tema HARDIKNAS yakni “Percepatan Pendidikan yang Merata dan Berkualitas”. Keadaan zaman sekarang ini merupakan dasar penetapan tematisnya menyadari bahwa percepatan perubahan dunia dari segi informasi dan pembaruannya yang begitu fenomenal sehingga keterlambatan akan membuat bangsa kita semakin jauh tertinggal karena kalah terus dalam persaingan karena negara lain begitu semangat dan ekstra memberikan bekal ilmu kepada lapisan generasinya. 

Dalam sambutannya-yang Penulis sarikan dari pidato Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam peringatan HARDIKNAS 2017 isinya merujuk pada sosok Ki Hadjar Dewantara dan relevansi gagasan dan pemikiran beliau sebagai acuan bagi pembangunan pendidikan nasional. Beberapa dari buah pikir untuk dapat diilhami bersama itu adalah:

(1)    Panca Dharma

Panca Dharma merupakan peralasan 5 (Lima) dasar pendidikan. Adapun kelima dasar itu yakni kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan.  Setelah tegak alasnya maka Kita bergerak kepada tindakan untuk menyelenggarakan pendidikan,

(2)     Kon-3

Adalah ‘kontinuitas’, ‘konvergensi’ dan ‘konsentris’. Ketiga hal ini adalah merupakan dasar yang terpenuhi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia tanpa bisa ditawar perwujudannya agar pendidikan itu terjaga mutu eksistensinya. Hal ini mempunyai maksud adalah bahwa proses pendidikan itu  perlu berkelanjutan, terpadu dan berakar di bumi tempat dilangsungkannya proses pendidikan.

(3)    Tri Pusat Pendidikan

Pendidikan hendaklah berlangsung di tiga lingkungan yang dikenal dengan istilah Tri Pusat. Tri Pusat Pendidikan adalah Lingkungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat yang notabene saling berhubungan secara simbiotis (saling berpengaruh) dan tidak akan dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Setelah mengupas pandangan pemikiran tersebut, Kita beralih kepada hal yang lebih penting yaitu bagaimana melahirkan bentuk pendidikan terpimpin. Dalam hal ini juga, Ki Hadjar Dewantara mengajukan konsep ‘Laku Telu’ atau Tiga Peran yang dirumuskannya dalam frasa bahasa Jawa. “Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani’’. Inilah konsep kepemimpinan pendidikan yang wajib kita aktualisasikan bersama tanpa memenggal sebagian dari ketiga laku kepemimpinan tersebut dalam praksisnya oleh para praktisi pendidikan Indonesia! ‘’Apabila di depan memberikan teladan, apabila di tengah memberikan ilham (inspirasi) dan  apabila di belakang memberikan dorongan’’. Melalui peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2017 ini, konsep ‘Laku Telu’ dapat kian dihayati dan direalisasikan.

Terkhusus bagi Kota Sibolga, naung pemerintahan yang dinakhodai oleh Bapak Walikota Sibolga Drs. H.M. Syarfi Hutauruk dengan segala program rutin yang diusungnya menghadapi isu strategis pendidikan di negeri berbilang kaum bisa dikatakan terpuji melihat dari segi pembangunan fisik dan pengayaan SDM bermutu dalam usaha ini. Sejumlah sekolah yang dibangun dan direnovasi juga berbanding lurus dengan tuaian hasil maksimal bagi para pelajar dengan tingkat kelulusan yang maksimal bahkan sempat mencapai 100%. Dalam upayanya memenuhi wajib belajar masyarakat Kota Sibolga agar terpenuhi unsur penyelenggaran  pendidikan seperti yang dipedomani dari ‘’Laku Telu’’, bantuan pendidikan pun konsisten untuk diadakan bagi kaum marginal untuk dapat mengenyam pendidikan dan bisa terselesaikan dengan hasil ijazah ditangan.

Menurut amatan Penulis, yang sangat penting kita cermati bersama saat ini adalah bukan pada hasil diatas kertas melainkan mencakupi segala kecakapan setiap peserta didik baik di bangku sekolah maupun perguruan tinggi. Bagaimana sebenarnya pendidikan ini terlihat jelas domain efeknya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan hingga suatu saat dapat berkemajuan juga pastinya akan berdaya saing? Barang tentu yang bisa menjadi tolak ukur kita adalah karya nyata pendidikan itu sendiri. Siswa dan guru yang berprestasi secara nasional, karya-karya penyelenggara dan peserta didik yang bisa terpublikasi dan berkemanfaatan bagi masyarakat serta implementasi disiplin ilmu ke dalam bisnis yang berkeuntungan. Sebaik-baik orang berilmu adalah mereka yang berhasil mengonversikan segala macam bentuk teoritis menjadi praksis. 

Penulis menyepakati bahwa begitu pentingnya percepatan pendidikan secara merata itu terealisasi seperti apa yang ditemakan dalam Hari Pendidikan Nasional tahun 2017 ini namun untuk menggegasnya tidaklah terfokus pada genjotan pendidikan formal. Khususnya, Kota Sibolga perlu untuk lebih interaktif lagi dalam mengkomunikasikan pendidikan melalui pelbagai media tidak terpaku dalam lingkup sekolah semata. Masa keemasan portal digital misalnya, menawarkan banyak spasi untuk Kita dalam mengisi konten-konten edukatif.

Jika Kita mampu menyimak sejarah bagaimana pengaruh Ki Hadjar Dewantara yang menginspirasi dalam buah karya yang dituliskannya sehingga mengubah pola pikir yang tertinggal menjadi lebih termajukan maka tantangan kita pada saat ini adalah bagaimana untuk terus menerus mengembangkan. Dengan menggiatkan usaha menulis oleh dan bagi para civitas akademis di kota ini, hal demikian merupakan salah satu langkah mudah melestarikan ide-ide dan pandang pemikiran cendikiawan serta tersalur pula bagi para pembacanya apapun pesan autentik yang tertuliskan terserah apapun yang menjadi topik pembahasan. Menyanding formalitas belajar mengajar di dalam kelas, keharusan lain yang sebaiknya dimiliki adalah kemampuan para aktifis akademik (Dosen, Guru, Mahasiswa, Siswa dan Pemerhati) untuk lebih aplikatif memanfaatkan media massa. Jika kita masih belum lazim dengan metode audio visual (seperti video dokumenter) atau belum terbiasa untuk berbicara langsung untuk dipublikasikan (siar dialog interaktif), Kita bisa memulainya dengan menulis. Menulis merupakan cara ampuh merekam dan membagikan hasil buah pikir kita seperti Ki Hadjar Dewantara yang menginspirasi lewat tulisannya.

Menulis di media cetak mungkin butuh proses tapi kemajuan tekhnologi menjadikan kita sekarang mudah untuk menerbitkannya. Misalnya menulis di media sosial (Halaman, Web atau Blog) yang cenderung lebih digemari karena zaman kini dunia maya lebih acap disinggahi siapapun dari golongan manapun. Alangkah baik tentunya andai budaya menulis itu menjadikan beranda dunia maya kita lebih kaya akan suguhan edukasi dan merangsang minat membaca kita bersama. Model begini yang mungkin belum sungguh-sungguh kita mulakan seperti apa yang telah diterapkan di kota besar bagaimana para guru dan dosen sampai pelajarnya mengkonstruksikan karya-karya mereka. Kapan kita memulainya? Itu pertanyaan mendasar dan untuk dalam rangka merefleksikan hardiknas di Kota Sibolga maka sebagai salah satu cara yang diyakini mampu mengakselerasikan percepatan pendidikan itu-Kota Sibolga harus mampu menjadikannya segera.

Ki Hadjar Dewantara memperjuangkan pendidikan melalui metode menulis sebagai karya sehingga dapat mendoktrin kita semua untuk menyepakati buah pikirnya, atas dasar itulah Penulis percaya kita juga bisa memberikan sedikit pengaruh jika meneladani kiprahnya. Demikian yang dapat Penulis sampaikan sebagai masukan untuk Kita semua, terkhusus bagi pribadi Saya sendiri selaku putra daerah sekaligus aktitifis pendidikan pula dalam predikat mahasiswa yang menggemari kegiatan menulis dan membaca yang berharap bahwa Kota Sibolga bisa segera berkemajuan. Besar harapan ini kiranya penulis lebih bisa diapresiasi untuk meningkatkan mutu sajian tulisannya dan memanjakan para pembaca terhadap apa yang baru saja mereka ilhami dari suatu bacaan. Jika tulisan baik, maka meningkatnya minat baca masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Semoga dalam memaknai Hari Pendidikan Nasional ini dapat kita jadikan momentum untuk kemajuan pendidikan di Sibolga Nauli yang sama-sama Kita cintai. 


Data Pribadi Penulis
Nama:
Irfan Arhamsyah Sihotang
Tempat/Tanggal Lahir:
Sibolga/ 02 Oktober 1991
Alamat:
Jl. S. Parman No. 98 Kota Sibolga
Nama Perguruan Tinggi:
STIE Al-Wahsliyah Kota Sibolga
Nomor Telepon:
085358093559

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika pembaca ingin memberikan komentar tapi belum mempunyai akun google, silahkan mengomentari dengan profile "Anonymous"... dengan ketentuan menulis "e-mail" anda sebelum menulis komentar! Thanx