Kamis, 15 Desember 2011

Novel Legenda Tugu Ikan Sibolga, Fiction Story Awarded as Legend!

Akhirnya aku bisa juga menyelesaikan sesuatu yang seharusnya begitu sulit untuk ku selesaikan. Mungkin saja karena ketidaktotalitasan aku dalam bercita-cita sebagai seniman adalah faktor utama yang mendorongku untuk terus mencari alasan berbunyi kesibukan atau mood yang sering menghilang. Tapi, semenjak terciptanya karya ini, aku merasa yakin bahwa aku adalah salah satu dari mereka yang beruntung bisa terkenal seperti J.K Rowling, Jostein Gaarder dan lain-lain. Ya, kami adalah komposer cerita fiksi. Yang membedakan kami adalah, aku belum terkenal.

Well, sedikit curhat mengenai penciptaan karyaku yang berjudul “Legenda Tugu Ikan” ini termotivasi dari pagelaran Festival Kreasi Cerita Rakyat Sumatera Utara oleh Perpustakaan. Aku yang ambisius langsung beraksi, meski terlalu lama untukku menerima berita ini. Kesempatanku untuk berpartisipasi hanya memiliki 10 hari durasi penciptaan sementara tuntutan cerita mesti menyelesaikan minimal 40 halaman. Gila fikirku, namun semangat sudah terlanjur menggebu, Aku dan Acerriya (My Beloved Laptop) mulai berpadu dalam imajinasi dan menulis disetiap saat ketika suara-suara bisikan dan gambar-gambar hayalan mulai menghampiriku.

Perpaduan antara filosofi hidup, kata bijak, romantisme dan kalimat puitis hingga citra seni pendeskripsian dari beberapa penggalan aksi adalah unsur pembentuk karya ini. Dihiasi dengan pendekatan internal terhadap kultur budaya dan doktrin yang terbangun dari paradigma masyarakat pesisir menjadi khas dari cerita yang mengambil latar kota Sibolga ini. Inspirasi pun berdatangan, terlebih dari kegemaranku menonton film Hollywood hingga akhirnya sense itu  yang menjadi cita rasa dari cerita yang ku anggap layak menjadi legenda baru ini. Legenda Tugu Ikan, judul yang memuat keadaan bersejarahkan kerajaan dalam aktifitas pemerintahan. Meski tak berbeda jauh dari cerita legeda Indonesia yang biasanya, namun Aku berharap fill dari cerita ini tertangkap karena keunikannya.

Batas waktu yang ditentukan sudah tiba, dan Aku siap dengan 2 Jilid Novel perdanaku yang ceritanya sempurna. 63 Halaman terangkai dan Aku siap mendatangi panitia penyelenggara.
 
Lebih dari 2 Minggu, akhirnya kabar sampai kepadaku via telepon genggam. Seorang wanita menyuruh Aku untuk datang ke kantor perpustakaan. Aku mengindahkan perintah itu dengan sedikit tanda tanya.

Sesampainya disana, Aku telah berada diantara kerumunan orang-orang yang kebanyakan tidakku kenal, satu diantara mereka berprofesi sebagai lurah. Kedatanganku ternyata yang dinanti, setelah itu berlangsung sebuah acara semi formal di ruangan Kepala Perpustakaan yang tidak ada yang menarik hingga akhirnya ada keterkecualian saat salah satu dewan juri menyampaikan hasil penilaiannya.

“Aku sudah membaca semua tulisan kalian, dan Aku lihat sudah hampir baik namun masih ada terselip kesalahan dalam tata pembuatan novel. Hingga yang paling fatal dan Aku sangat menyesal adalah adanya satu karya dengan gaya tulisan yang bagus namun bukan merupakan bagian dari ketentuan lomba. Diwajibkan cerita yang diangkat adalah cerita legenda, bukan fiksi yang keduanya adalah sangat jauh berbeda. Aku tidak usah sebutkan namanya. Ceritamu menarik dan bagus. Namun dalam Legenda unsur pembentuknya adalah adanya keterkaitan sejarah dan benang merah yang tak boleh terpisah, yang dikarangan fiksi kamu terbebas dari peraturan itu.”
Mendengar kalimat itu, aku langsung bereaksi dan mengaku bahwa yang dimaksud Pak Lubis tadi pastinya adalah karanganku. Aku berusaha membela diri dengan berbalik menyalahkan pihak perpustakaan yang tidak tahu membuat kalimat yang benar dalam pengumumannya.

Mereka menulis, “Kreasi Cerita Rakyat Sumatera Utara”. Nah, dari kalimat itu saja jika dikaji secara tata bahasa, arti kreasi adalah mencipta apalagi mereka membuat ketentuan tidak boleh menjiplak atau meniru cerita yang telah ada. Berarti aku bebas membuat cerita berdasarkan kreasiku meskipun akan terkesan fiksi. Namun aku dianggap salah, setelah mereka ternyata bermaksud bahwa lomba ini adalah lomba memodifikasi cerita rakyat yang telah ada namun diceritakan dengan bahasa kita sendiri. Kalo begitu ceritanya, berarti cerita yang ku buat ini tak lain adalah sampah karena memang tidak sesuai dengan aturan semestinya. Memang aku akui, cerita ini adalah fiksi tanpa referensi pasti meski mendekat pada produk budaya Sibolga. Aku akhirnya marah dan mendebati mereka semua diruangan itu.

Pengumuman pun ku dengar dengan hati yang terbakar amarah, aku tak lagi pada kebaikan mood ku saat itu. Satu persatu para pemenang terpanggil yang lucunya juga menyebutkan namaku. Namun aku tetap kesal.

Secara Pribadi, aku sangat bangga bisa menyiapkan karya orisinil dengan kemampuanku sendiri. Secara Seniman, Penghargaan bukanlah sebuah piagam, piala atau sekedar uang bina. Aku tak butuh itu karena seni untuk jiwa yang bahkan kita sendiri pun tak tahu betapa tingginya harga dari kesenangan atas keberhasilan karya itu. Secara peserta lomba, aku harus merasa kecewa dengan terpilihnya aku sebagai salah seorang pemenang dimana aku sadar aku tak punya hak memenangkan semua ini karena karyaku menyalahi aturan. Aku sangat ingin bertanya kepada dewan juri, dan aku akan melukannya.

“Atas dasar apa bapak memenangkan aku? Jika aku menyalahi aturan yang semestinya.

“Jika memang ternyata karyaku berpotensi untuk menang, mengapa bukan menjadi yang nomor satu? Pertimbangan apa yang Bapak ambil untuk menilai semua ini?”

“Lebih baik karyaku tak dimenangkan dari pada menang tapi tidak menjadi yang seharusnya.”

Mungkin itulah kata-kata yang akan ku hujani pada mereka yang terhormat, tapi setelah penyerahan hadiah itu, mereka pergi secepat mungkin tanpa meninggalkan jejak. Sial.

 
Ehm…
Namun secara orang yang ingin terhargai, jujur Aku sebenarnya juga merasa senang dengan prestasi yang lumayan ini. Apalagi, ini adalah piala pertama Aku dalam bidang seni setelah gagal menjadi anak Band yang terkenal. Hahaha. Thanx God.

Spesial Thanx to:
Semua yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian karya ini. Ajang selanjutnya prestasi ini akan coba kita tingkatkan.






4 komentar:

  1. SELAMAT !

    tuhkan :)
    kamu itu PENULIS TERBAIK kawan :)

    BalasHapus
  2. congratulation gan :D
    visit back yaah

    BalasHapus
  3. Sungguh disayangkan anda masih sangat muda dan perlu belajar banyak, legenda dan fiksi tidak sama. Karangan anda adalah fiksi dan sudah jelas bukan kategori Cerita Rakyat Sumatera Utara sesuai permintaan panitia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah lama tak buka blog, Saya masih ingat betul masalah ini. betul, fksi dan legenda berbeda, bedanya fksi adalah cerita yang sembarang diadakan sedangkan legenda adalah fiksi yang didoktrinkan untuk dipercaya dengan mengikat benang merah didalamya. tapi begini, saya tetap salahkan panitia yang kurang cakap berbahasa karena dalam tajuk brosurnya mengatakan : Lomban Kreasi Cerita Legenda. lalu saya tulislah cerita ini. arti kreasi apa? kan mencipta! ya saya muda waktu tu tapi sudah bisa sedikit jeli berargumen atas kesalahan panitia. hehe

      Hapus

Jika pembaca ingin memberikan komentar tapi belum mempunyai akun google, silahkan mengomentari dengan profile "Anonymous"... dengan ketentuan menulis "e-mail" anda sebelum menulis komentar! Thanx